Pages

Labels

Rabu, 11 September 2013

Ahmad Bustomi: Semangat dari Ibu, Semangat untuk Indonesia

Getty Images
Jakarta - "Muliakanlah orang tuamu terutama ibumu…!" Seruan itu tidak diteriakkan pemuka agama atau gerakan sayang orang tua. Kalimat tersebut melekat erat di diri gelandang tim nasional Indonesia, Ahmad Bustomi.

Ibu jadi sosok yang luar biasa spesial buat Bustomi. Perjalanan karier sepakbolanya dari nol hingga akhirnya menjadi salah satu pemain terbaik di Indonesia dan lantas masuk tim nasional selalu terkait dengan Sumiati, ibu kandungnya.

"Karena ibu, saya bisa jadi seperti ini. Tanpa beliau saya tak akan pernah bisa sampai sejauh ini. Banyak sekali yang sudah dilakukan ibu buat saya," cerita Bustomi.

Salah satu kisah yang tak bisa dilupakan Bustomi adalah pengorbanan yang dilakukan ibunya saat dia masih mengikuti akademi sepakbola di Malang. Tak punya sepatu layak karena miliknya yang lama sudah rusak, Ibu Sumiati rela menggadaikan perhiasannya. Uang hasil gadai anting seberat 1 gram yang laku Rp 100 ribu itu itu lantas dibawa ke toko olahraga dan dibelikan sepasang sepatu bola.

"Waktu itu mau seleksi Persema Junior tapi sepatu robek. Ibu rela menggadaikan perhiasan. Saya tak tega tapi ibu selalu menjawab ikhlas buat melepas perhiasan itu," kata Bustomi.

Dari sepatu yang terbeli atas hasil lelang perhiasan sang ibu, lembar karier sepakbola Bustomi mulai tertulis.

Kegemaran Bustomi akan sepakbola sudah ditunjukkan sejak kecil. Saat baru berusia 11 bulan Butsomi sudah senang bermain bola. Tomi, panggilan Bustomi di kalangan keluarga, sejak duduk di bangku kelas I SMP sudah meminta dimasukkan ke sekolah sepakbola.

Karena buta akan dunia sepakbola, Jumari (ayah Bustomi) meminta putranya memilih sendiri sekolah sepakbola yang disukai. "Kemudian bersama temannya sekolah sepakbola di Unibraw 82. Tiap minggu saya antar pakai motor untuk latihan," kenang Jumari.

Bustomi sudah menunjukkan bakatnya saat berlatih di Unibraw 82, yang membuat dia terpilih masuk dalam tim inti untuk kejuaran sepakbola usia dini. Sampai pada waktunya dia lantas terpilih dalam seleksi Persema junior.

Selepas dari Persema junior, dia langsung direkrut bergabung dalam tim Persatuan Sepakbola Kota Batu. Saat itu usia Bustomi masih 16 tahun. Perlahan tapi pasti karier Bustomi terus menanjak. Setelah sempat memperkuat tim senior Persema Malang dia menyeberang ke Arema Malang. Di sana namanya makin berkilau, dan berujung pemanggilan ke tim nasional.

Bustomi mendapatkan pengalaman menjejak Benua Eropa saat berusia 21 tahun. Dia masuk dalam skuat tim nasional U-23 yang berlatih di Belanda.

"Itu menjadi pengalaman pertama saya bisa mendengarkan Indonesia Raya di Belanda, negara yang pernah menjajah kita selama 350 tahun. Meski tak ditonton langsung oleh ribuan suporter Indonesia seperti saat main di sini tapi rasanya justru sangat mengharukan," kata Bustomi.

Sejak saat itu Bustomi seperti punya keinginan besar untuk terus mendengarkan lagu Indonesia Raya di atas lapangan. Dia ingin lebih lama berkostum Merah Putih.

Semangat untuk terus berseragam Merah dan kebangaan menyandang gambar Garuda di dada menjadi pendongkrak semangat Bustomi untuk selalu berupaya meningkatkan permainannya di atas lapangan. Terlebih, Bustomi merasa dirinya dan timnas belum membayar sepadan dukungan suporter yang seakan tanpa henti terus mengalir selama ini.

"Secara prestasi timnas belum ada prestasi yang bisa dibanggakan. SEA Games kalah di final, Piala AFF juga kalah di final. Padahal dengan tim yang sama. Benar-benar belum bisa dibanggakan."

"Makanya, ke depan saya ingin sekali timnas bisa mendapatkan prestasi yang bisa dibanggakan. Sebagai pemain tugas saya berlatih maksimal," tegas pemilik 17 caps di timnas itu

0 komentar:

Posting Komentar